Hati akan berkarat jika tak pernah dihiasi dengan zikir, karena zikir dapat membersihkan karat tersebut sehingga ia bersih dan putih kembali layaknya cermin. Namun jika hati dibiarkan begitu saja, hati akan berkarat. Tapi, jika dia diajak berzikir dan selalu ingat akan Allah Subhanahu Wa Ta'ala maka hati akan selamat darinya.
Jika besi berkarat denag proses oksidasi, maka hati berkarat dengan dosa dan lalai, dan pengkaratan tersebut hanya bisa diobati dengan beristighfar dan berzikir.
Apabila seseorang selalu berada dalam kelalaian, maka karat itu akan menumpuk di dalam hatinya, dan jika karat tersebut terus menerus menumpuk dia akan menjadi hitam berubah menjadi rona dan noda, yang kemudian akan merusak daya tangkap dan instingnya. Jadi, sebesar manakah kelalaian hati kita dalam mengingat Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka sebesar itu pula karat akan menumpuk di hati kita.
Jika hati seseorang sudah berkarat, maka informasi yang ia terima tidak akan pernah jelas dan tepat seperti semula. Yang benar akan nampak seperti sebuah kebatilan, sedangkan batil akan kelihatan sebagai suatu kebenaran.
Karena karat yang semakin hari semakin menumpuk, maka karat itu akan membuat hati seseorang menjadi gelap. Sehingga, tak nampak jelas lagi sebuah kebenaran sebagai mana semestinya. Yang hak akan di tentang dan yang batil dengan mudahnya akan di terima, dan inilah hukuman bagi hati yang paling nista.
Semua hal itu di sebabkan kelalaian dan mengikuti hawa nafsu, karena, dua hal itulah yang hakikatnya membutakan hati dan mematikan cahayanya, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman.
" Janganlah mengikuti orang-orang yang lalai hatinya dari mengingat-Ku serta mengikuti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas." ( Al-Kahfi : 28)
Apabila kita hendak menjadikan seseorang sebagai figur, hendaknya kita lihat apakah orang tersebut termasuk ahli zikir atau termasuk orang yang lalai?
Apakah yang mengendalikan jiwanya itu wahyu atau hawa nafsu?
Jika hatinya dikuasai oleh hawa nafsu, berarti dia termasuk golongan orang-orang yang lalai dan melewati batas. Yaitu, orang-orang yang menyia-nyiakan kesempatan atau perkara yang semestinya dilakukan sesuai dengan petunjuk.
Ayat diatas, ada juga yang menafsirkan bahwa orang-orang yang lalai maksudnya ialah orang-orang yang berlebihan dalam melakukan sesuatu perkara. Ada juga yang mengatakan bahwa orang-orang maksudnya adalah mereka yang terjatuh dalam lembah kehancuran. Ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya ialah mereka yang telah menganti yang hak.
Yang jelas, maksudnya adalah Allah melarang kita untuk mengikuti orang-orang yang memiliki sifat-sifat seperti yang tersebut tadi. Maka, selayaknya seseorang melihat kepada syekh atau guru yang di teladaninya dan di ikutinya dari kacamata ini, kalau nyatanya dia dapatkan sifat yang seperti itu, hendaknya menghindar darinya. Namun, jika ia dapatkan bahwa orang tersebut lebih banyak mengingat Allah dan mengikuti sunnah rasulullah serta perbuatannya tidak berlebihan dan ia selalu berkomitmen dalam segala amal perbuatannya, maka peganglah talinya kuat-kuat.
Jika perumpamaan orang yang mengingat tuhan-Nya dan orang yang tidak mengingat tuhan-Nya layak orang mati dan orang hidup, Maka tidak ada yang membedakan antara orang mati dan orang hidup kecuali zikir.
Sumber:
- ( فوائد الاذكار ) Fawaaidul-Adzakaar karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah.
0 komentar: