بسماللهالرحمن الرحيم
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
"Fabiayyi alaa'i rabbi-kumaa tukadzdzibaan"
"Maka Nikmat Tuhan-mu yang manakah yang Kamu Dustakan?"
Jika kita memperhatikannya, ayat ini di dalam surat Ar-Rahman akan di sebutkan setelah Allah menguraikan beberapa nikmat yang dianugerahkan kepada kita, seperti pada ayat14-16 yang bunyinya:
خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِن صَلْصَٰلٍ كَٱلْفَخَّارِ
Artinya: " Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, "
وَخَلَقَ ٱلْجَآنَّ مِن مَّارِجٍ مِّن نَّارٍ
Artinya: " dan Dia menciptakan jin dari nyala api tanpa asap."
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Artinya : "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
Namun mengapa di kalimat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala menggunakan kata "Dusta", bukannya kata "Ingkar"?
Kata "Ingkar" sendiri memiliki makna mengelak atau menolak sebuah kebenaran, sedangkan kita tahu bahwa nikmat yang Allah berikan kepada manusia itu tidak bisa diingkari.
Adapun kata "Dusta" itu sendiri berarti menyembunyikan kebenaran, maka hal ini lah yang sering dilakukan manusia baik dari jaman dulu hingga sekarang ini.
Meskipun mereka tahu bahwa sebenarnya Allah telah mengaruniai nikmat-Nya kepada mereka , tapi tetap saja ada orang yang dengan kesadaran penuhnya ia mendustakan nikmat dan karunia yang Allah berikan kepadanya.
Sering kita dengar bahwa jikalau ada seseorang yang sering berdusta ini mendapat rezeki yang banyak, maka ia besikeras bahwa rezeki yang melimpah itu di perolehnya murni karena hasil dari kerja kerasnya sendiri tanpa campur tangan siapapun.
Juga banyak dari mereka yang mengatakan bahwa jikalau tubuhnya sehat, ataupun ia jarang mengalami sakit, itu murni karena kepiawaian dia dalam menjaga pola makan dan ia rajin berolah raga tanpa ada sabab musabab lainnya.
Ya, begitu juga dengan kita semua, tak dapat kita pungkiri bahwa sesekali juga pernah terbesit di dalam benak kita bahwa nikmat yang diperoleh seakan-akan hanya karena usaha kita, namun, tanpa kita sadari bahwa kita telah melupakan peranan Allah, kita sepelekan kehadiran Allah pada semua keberhasilan yang kita raih, kita dustakan bahwa sesungguhnya nikmat itu semuanya datang dari Allah.
"Maka Nikmat Tuhan-mu yang manakah yang Kamu dustakan...?"
Kita telah bergelimang kenikmatan baik itu harta, pasangan hidup, maupun keturunan yang telah kita miliki. Semua nikmat itu akan kelak akan ditanya pada hari kiamat. Seperti yang di jelaskan di dalam Al-Qur'an Surat At-Takatsur ayat 8, yang bunyinya :
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ
Artinya : "kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)."
Namun pertanyaan yang paling mendasar, yang patut kita jadikan acuan adalah apakah kita sudah siap mempertanggung jawabkan setiap inci dari nikmat tersebut?
وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya : "Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Begitu sulitkah kita Bersyukur Kepada-NYA dengan sekedar mengucapkan Alhamdulillah. Berhentilah mengeluh, apalagi membanggakan diri, jalani Hidup ini dengan ikhlas, tawadhu sebagai bagian dari rasa syukur kita.
Semoga Bermanfa'at.
0 komentar: